5) Perlawanan Sisingamangaraja di Sumatra Utara
Perlawanan terhadap Belanda di Sumatra Utara dilakukan Sisingamangaraja XII,
perlawanan di Sumatra Utara berlangsung selama 24 tahun. Pertempuran diawali dari
Bahal Batu sebagai pusat pertahanan Belanda tahun 1877.
Untuk menghadapi Perang Batak (sebutan perang di Sumatra Utara), Belanda
menarik pasukan dari Aceh. Pasukan Sisingamangaraja dapat dikalahkan setelah
Kapten Christoffel berhasil mengepung benteng terakhir Sisingamangaraja di
Pakpak. Kedua putra beliau Patuan Nagari dan Patuan Anggi ikut gugur, sehingga
seluruh Tapanuli dapat dikuasai Belanda.
6) Perang Banjar
Perang Banjar berawal ketika Belanda campur tangan dalam urusan pergantian
raja di Kerajaan Banjarmasin. Belanda memberi dukungan kepada Pangeran Tamjid
Ullah yang tidak disukai rakyat.
Pemberontakan dilakukan oleh Prabu Anom dan Pangeran Hidayat. Pada tahun
1859, Pangeran Antasari memimpin perlawanan setelah Prabu Anom tertangkap
Belanda, dengan bantuan pasukan dari Belanda, pasukan Pangeran Antasari dapat
didesak. Tahun 1862 Pangeran Hidayat menyerah dan berakhirlah perlawanan Banjar
di pulau Kalilmantan. Perlawanan benar-benar dapat dipadamkan pada tahun 1866.
7) Perang Jagaraga di Bali
Perang Jagaraga berawal ketika Belanda dan kerajaan di Bali bersengketa
tentang hak tawan karang. Hak tawan karang berisi bahwa setiap kapal yang kandas
di perairan Bali merupakan hak penguasa di daerah tersebut. Pemerintah Belanda
memprotes Raja Buleleng yang menyita dua kapal milik Belanda. Raja Buleleng tidak
menerima tuntutan Belanda untuk mengembalikan kedua kapalnya, persengketaan ini
menyebabkan Belanda melakukan serangan terhadap kerajaan Buleleng tahun 1846.
Belanda berhasil menguasai kerajaan Buleleng, sementara Raja Buleleng menyingkir
ke Jagaraga dibantu oleh Kerajaan Karangasem.
Setelah berhasil merebut Benteng Jagaraga, Belanda melanjutkan ekspedisi
militer tahun 1849. Dua kerajaan Bali, Gianyar dan Klungkung menjadi sasaran
Belanda. Tahun 1906, seluruh kerajaan di Bali jatuh ke pihak Belanda setelah rakyat
melakukan perang habis-habisan sampai mati, yang dikenal dengan Perang Puputan.
Secara umum, kegagalan perjuangan rakyat Indonesia di berbagai daerah dalam mengusir penjajah adalah karena:
1) Bersifat lokal/kedaerahan
Perlawanan di berbagai daerah di Indonesia melibatkan para pemimpin pada
masyarakat setempat. Seandainya para pemimpin tersebut bersatu, tidak berjuang
sendiri-sendiri, tentu perjuangan mengusir penjajah lebih mudah. Karena itu,
kamu harus selalu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, agar tidak dapat
dipecah belah.
2) Lebih mengandalkan kekuatan senjata
Masyarakat di berbagai daerah melakukan perlawanan dengan mengandalkan
senjata. Sementara senjata lawan lebih modern, sehingga musuh mudah
mengalahkan rakyat Indonesia.
3) Tergantung pada pimpinan
Perjuangan rakyat di berbagai daerah sangat tergantung pada pemimpin. Apabila
pemimpin tertangkap atau terbunuh, rakyat kurang mampu mengkoordinasikan
perlawanan. Musuh mengetahui kelemahan tersebut, sehingga mereka berusaha
menangkap pemimpin kemudian membunuh atau mengasingkan.
4) Belum terorganisir secara nasional dan modern
Seandainya rakyat Indonesia pada masa tersebut memiliki organisasi modern,
tentu tidak kesulitan melanjutkan kepemimpinan.
(Sumber: di kutip dari e-book Ilmu Pengetahuan Sosial K-13, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)
Perlawanan terhadap Belanda di Sumatra Utara dilakukan Sisingamangaraja XII,
perlawanan di Sumatra Utara berlangsung selama 24 tahun. Pertempuran diawali dari
Bahal Batu sebagai pusat pertahanan Belanda tahun 1877.
Untuk menghadapi Perang Batak (sebutan perang di Sumatra Utara), Belanda
menarik pasukan dari Aceh. Pasukan Sisingamangaraja dapat dikalahkan setelah
Kapten Christoffel berhasil mengepung benteng terakhir Sisingamangaraja di
Pakpak. Kedua putra beliau Patuan Nagari dan Patuan Anggi ikut gugur, sehingga
seluruh Tapanuli dapat dikuasai Belanda.
6) Perang Banjar
Perang Banjar berawal ketika Belanda campur tangan dalam urusan pergantian
raja di Kerajaan Banjarmasin. Belanda memberi dukungan kepada Pangeran Tamjid
Ullah yang tidak disukai rakyat.
Pemberontakan dilakukan oleh Prabu Anom dan Pangeran Hidayat. Pada tahun
1859, Pangeran Antasari memimpin perlawanan setelah Prabu Anom tertangkap
Belanda, dengan bantuan pasukan dari Belanda, pasukan Pangeran Antasari dapat
didesak. Tahun 1862 Pangeran Hidayat menyerah dan berakhirlah perlawanan Banjar
di pulau Kalilmantan. Perlawanan benar-benar dapat dipadamkan pada tahun 1866.
7) Perang Jagaraga di Bali
Perang Jagaraga berawal ketika Belanda dan kerajaan di Bali bersengketa
tentang hak tawan karang. Hak tawan karang berisi bahwa setiap kapal yang kandas
di perairan Bali merupakan hak penguasa di daerah tersebut. Pemerintah Belanda
memprotes Raja Buleleng yang menyita dua kapal milik Belanda. Raja Buleleng tidak
menerima tuntutan Belanda untuk mengembalikan kedua kapalnya, persengketaan ini
menyebabkan Belanda melakukan serangan terhadap kerajaan Buleleng tahun 1846.
Belanda berhasil menguasai kerajaan Buleleng, sementara Raja Buleleng menyingkir
ke Jagaraga dibantu oleh Kerajaan Karangasem.
Setelah berhasil merebut Benteng Jagaraga, Belanda melanjutkan ekspedisi
militer tahun 1849. Dua kerajaan Bali, Gianyar dan Klungkung menjadi sasaran
Belanda. Tahun 1906, seluruh kerajaan di Bali jatuh ke pihak Belanda setelah rakyat
melakukan perang habis-habisan sampai mati, yang dikenal dengan Perang Puputan.
Secara umum, kegagalan perjuangan rakyat Indonesia di berbagai daerah dalam mengusir penjajah adalah karena:
1) Bersifat lokal/kedaerahan
Perlawanan di berbagai daerah di Indonesia melibatkan para pemimpin pada
masyarakat setempat. Seandainya para pemimpin tersebut bersatu, tidak berjuang
sendiri-sendiri, tentu perjuangan mengusir penjajah lebih mudah. Karena itu,
kamu harus selalu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, agar tidak dapat
dipecah belah.
2) Lebih mengandalkan kekuatan senjata
Masyarakat di berbagai daerah melakukan perlawanan dengan mengandalkan
senjata. Sementara senjata lawan lebih modern, sehingga musuh mudah
mengalahkan rakyat Indonesia.
3) Tergantung pada pimpinan
Perjuangan rakyat di berbagai daerah sangat tergantung pada pemimpin. Apabila
pemimpin tertangkap atau terbunuh, rakyat kurang mampu mengkoordinasikan
perlawanan. Musuh mengetahui kelemahan tersebut, sehingga mereka berusaha
menangkap pemimpin kemudian membunuh atau mengasingkan.
4) Belum terorganisir secara nasional dan modern
Seandainya rakyat Indonesia pada masa tersebut memiliki organisasi modern,
tentu tidak kesulitan melanjutkan kepemimpinan.
(Sumber: di kutip dari e-book Ilmu Pengetahuan Sosial K-13, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)